Minggu, 30 Maret 2014

Tari Leko di Banjar Sibang Gede



Tari Leko
Tari leko yang terdapat dan tumbuh di banjar parekan ( Sibang Gede, kec. Abiannsemal ) sekarang ini merupakan warisan budaya yang tuun temurun. Tri ini merupakan kelanjutan dari tari Joged Udegan (Gudegan). Joged Udgan tersebut pernah ada i Desa Sibng Gede sekitar Tahun 1925, dipelihara dan diaayomi oleh kluarga-kluarga puri (Golonan Satria ). Ketika itu fungsi tari leko ini adalah sebaga hiburan, baik untuk mengibur keluarga puri itu sendiri maupun untuk menghibur tamu-tamu. Salah satu banjar yang di percayakan olh keluarga puri untuk membentuk seka atau grop Joged Gudegan, adalah Banjar Parekan. “ Parekan artinya “ Abdi ”.
Rupa-rupanya, anggoda banjar tersebutlah merupakan abdi-abdi utama golongan puri. Para penarinya pada waktu itu, tercatat :
1.      NI Made Cuklek ( Alm )
2.      Ni wayan Beber (alm)
3.      Ni nYoman Sedep (alm.)
4.      Ni Made sudri
5.      Ni Made Matri
Ada sesuatu yang menarik dalam tari Joged Gudegan ini khusunya bagi kaum remaja, adalah terdapatnya bagian pengibing ( menari bersama pasangan ) yang cukup bebas. Pasangan penari laki boleh memangku, menium , bahkan di perkenanakan mengajak penari joged tersebut keluar arena, dan mengajaknya kencan di tempat gelap atau remang-remang. Lama-kelamaan timbul dari tokoh-tokoh pui, bahwa situasi ngibing terlalu bebas seperti itu lebih banyak menimbulkn hal-hal negatif. Maka untuk selanjutnya dalam paibng bingan para pasangan penari aki hanya di perkennkan menirukan gerakan-gerakan penai joged tersebut seperti : goyang pinggul, melirik, maupun saling lempar senyum . namun tetap dalam batas-batas etis selanjutnya, tari joged yang lebih etis inilah di sebut dengan tari Leko.
Sebenarnya, pengaruh paibing ibingan yang sopan dan estetis tersebut berasal dari tata cara paibing ibingan joged kurubaya kelurahan Sempidi, kecamatan Menguwi ( Badung ) sekitar tahun 1941. Demikian juga penamaan tari leko itupun berasal dari kurubaya.
Perkembangn selanjutnya, pusat pengurusan tari leko tersebut tidak lgi berada di tangan orang-orang puri, tetapi diserahkan kepada seka atau grop muda- mudi banjar parekan. Mengenai kehidupan yang lebih lanjut, kesenian ini mengalami psang surut. Msa jaya yang pernh di alami oleh seka tari leko tersebut sekitar tahun 1941- 1948. Meraka sempat pentas sampai eluar des Siban Gede, seperti : desa Blahkiuh, Mambal, Mengui, Ubung , Sading, bahkan pernah sampai keluar kabupaten Badung, yakni Kabupaten Klungkung.
Seteah tahun 1948, seka tar ini mulai mengalami masa surut. Sebabnya antaralain : beberapa penari memasuki jenjng perkawinan, sementari itu penggantinya sulit dicari. Namun menjelang tahun 1965 seka tari leko tersebut hiup kembali, di sebabkan adanya persaingan antara partai-partai politik pada waktu itu. Tetapi setelah meletus pemberontakan G 30S PKI tahun 1965, kesenian tersebut surut kembali, mungkin disebabkan karena, semangat kompetisi tidak lagi sehebat sebelumnya.
Masa suram ini berlansung cukup lama sampai adanya uluran tangan pemerintah daerah tingkat II  Badung. Pada tahun 1984, kesenian Leko tersebut dihidupkan kembali, yang mendapat dukungan penuh dari masyarakat parekan. Akhirnya, tanggal 16 juni 1984 di pentaskan kesenian tersebut kembali bertempat di bale banjar Parekan dengan disaksikan Bupati Kdh Tingkat II Badung, kepala kantor Depdikbud. Kabupaten Badung, utusan Kanwil Depdikbud. Provinsi Bali, serta masyaarakat sibang Gede. Sejak itu pula kesenian tersebut, terdaftar sebagai salah satu tari pergaulan Bali di Kandek, Depdikbud kabupten Badung.
Bagai mana keadaannya kini ? mungkin dapat dikatakan tidak hidup, tetapi juga tidak mati , artinya, sewaktu-waktu apabila diperlukaan para penari Leko tersebut dapat saja di konsolidasikan kembali. Hanya saja gambelannya yang tersebut dari bambu, sudah banyak yang rusak, kepengurusan terkhir sebagai berikut :
Ketua               : I Gusti Ngurah Sutapa
Sekertaris        : I Ketut Tali
Bendahara      : I Wayan Sudri
Dilengkapi dengan seksi-seksi, antara lain ; seksi perengkapan dan juru arah ( pembntu )
Pada umunya Fungsi ksenian di Bali dapat di Fungsikan menjaddi tiga jenis yakni :
1.      Sebagai tari wali
2.      Sebagai tari bebali (penunjang wali )
3.      Sebagai balih-balihan atau hiburan semata
Tari Leko di banjar Parekan , Sibang Gede tersebut mempunyai dua fungsi yakni :
1.      Berfungsi sebagai hiburan
2.      Berfungsi sebagai pelengkap upacara
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, bahwa tari leko, merupakan tari muda – mudi atau tari pergaulan. Bagian yang dinanti- nanti pastilah pada bagian paibingan dimana pada kesempatan tersebut para pemuda maupun orang tua dapat berjoged bersama- sama penari Leko yang cantik-cantik.
Khusus di banjar Parekan, Sibang Gede, tarian ini sangat di gemari dan biasanya di gelar padda saat-saat selesai musim panen. Pada saat itulah para pemuda mempunyai uang cukup banyak, untuk di berikan kepada penari ( semacam tip ) seusai mereka berjoged. Dulu, ketika judi sabungan ayam blum di larang,tarian ini pun sering di pentaskn setelah judi itu selesai. Biasanya para penari mendapat informasi siapa-siapa yang berhasil menang dalam judin tersebut mereka itulah, biasany mendapat prioritas ngibing. Keadaan seperti tersebut memberi petunjuk bahwa tari leko berfunggsi sebagai hiburan.
Lain daripada fungsinya di atas tari leko di banjar Parekan itu, berfungsi juga sbagai bebali, atau sebagai pelengkap atau penunjng kegiatan agama atau adat. Misalnya, apabila salah satu keluarga mempunyi anak sedan sakit keras serta tidak kunjung sembuh, walau sudah berkali-kali sudah di ajak ke dokter atau ke dukun, biasanya orang tuanya akan berjanji menurut keyakinannya, bahwa apabila anknya berhasil sembuh, akan di tanggapkan tari Leko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar